anthos |
Corat-coret
baju seragam sekolah pada saat pengumuman kelulusan ujian Nasional (UN)
untuk tingkat SMA sederajat adalah merupakan kebiasaan buruk yang
terjadi secara turun temurun dan telah diturunkan ke adik-adik mereka yang ada di SMP bahkan lebih paranya lagi anak SD pun ikut terjangkiti. Seperti yang kita lihat di hari jum’at
kemarin tanggal 24 Mei saat pengumuman kelulusan ujian nasional tingkat
SMA sederajat aksi corat-coret baju seragam terjadi dimana-mana. Entah
kapan dimulainya kebiasaan tersebut seingat saya dari jaman dulu
kebiasaan corat-coret baju tersebut sudah ada. Sebagian orang mengatakan
bahwa fenomena corat-coret baju saat pengumuman lulus adalah sebagai
budaya dan sebagai kenangan indah bagi mereka. Tapi menurut saya itu
bukan merupakan budaya dan kenangan, tapi sebagai kebiasaan buruk yang
harus ditinggalkan.
Usia remaja adalah usia pertumbuhan yang penuh dengan pemberontakan
baik di lingkungan keluarga maupun lingkungan sekolah. Sekolah sebagai
lembaga formal untuk mendidik anak-anak. Di mana di dalamnya di ajarkan
berbagai disiplin ilmu, cara berdisiplin, pembiasaan diri, bertanggung
jawab, kerja keras sesuai dengan pendidikan karakter bangsa. Di mana
pada tingkat pendidikan anak-anak sampai remaja mendidik karakter yang
baik supaya sadar tahu mana yang salah dan mana yang benar yang disertai
dengan contoh nyata dalam karakter Walaupun dalam hal kedisiplinan kita
ambil saja satu contoh untuk merapikan baju seragam kadang-kadang harus
dipaksakan dengan teguran. Dalam fenomena mencurat-coret baju seragam
rupanya mereka melihat contoh dari kakak kelasnya.
Di sekolah dari tingkat dasar dan
menengah semua ilmu diajarkan kepada peserta didik walau sebenarnya
peserta didik tidak semua menyukai dengan pelajaran tersebut. Ada
beberapa mata pelajaran yang tidak disukai sampai dibenci oleh para
peserta didik misalnya matematika dan fisika. Dalam hal seragam di
lingkungan sekolah harus selalu rapi bersih dilengkapi dengan berbagai
atribut yang melekat ini juga oleh sebagian remaja peserta didik
merupakan bentuk pengekangan terhadap kebebasan mereka. Maka pada saat
kelulusan seolah olah mereka ingin mengekspresikan diri bahwa sekarang
saatnya untuk lepas dari semua aturan karena kami sudah lulus. Jadi
corat coret terhadap baju seragam pada saat pengumuman kelulusan
merupakan suatu bentuk pemberontakan terhadap peraturan di mana pada
saat mereka lulus dari sekolah tersebut seakan peraturan tersebut tidak
mengikat lagi.
Beberapa gambar di bawah ini saya peroleh dari siswa-siswi sekolah
saya sendiri selepas pengumuman pelulusan Ujian Nasional 2013. Padahal
pengumuman UN kami antar langsung ke rumah mereka untuk menghindari aksi
corat-coret baju seragam, tapi tahu-tahu mereka berkumpul untuk aksi
ini.
Fenomena tersebut adalah sebuah kebiasaan buruk, kami para guru kerap
kali mencoba mengatasi hal tersebut misalnya dengan menghimbau kepada
para siswa kelas 12 yang baru lulus untuk segera mengumpulkan baju
seragam bekas yang layak pakai untuk disumbangkan kepada yang
membutuhkan misalnya panti atau korban sebuah bencana. Sebagian anak ada
yang menuruti himbauan guru tapi ada juga yang tidak, ada juga mereka
yang menyumbangkan pakaian bekasnya dan corat-coret juga, rupanya mereka
memiliki dua atau lebih seragam ya untuk disumbangkan ada dan untuk di
corat-coret juga ada.
Sekarang lebih buruknya bukan saat pengumuman kelulusan ini malah di
beberapa tempat ada yang corat-coret baju seragam tersebut pada saat
hari terakhir pelaksanaan UN. Rupanya mereka sudah yakin lulus kali ya?
Ini benar benar “potret suram dunia pendidikan” ujar sebuah head lines
sebuah berita media cetak. Mereka dengan ekpresif saling mencoret-coret
baju seragam teman-temannya seolah olah lepaslah semua beban yang
sebelumnya dihadapi padahal UN bukan lah akhir dari segalanya karena
ada ujian lain yang lebih berat dari UN yaitu ujian dalam kehidupan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar